Pagi, tepatnya pukul 09.00, wanita dengan outfit muslimah brown :)
berangkat seperti biasanya dengan menggunakan angkutan umum berwarna kuning (yang dikota kami dinamakan "PETE-PETE).
hari ini dia berangkat tanpa adik wanitanya yang kebetulan memilih tempat kuliah yang sama yaitu IAIN PALOPO (lebih dikenal dengan STAIN PALOPO).
sesampai dikampus bertemu teman sekelah, teman yang katanya gank "ANGEL EYES" (HEHEH)
dia itu yang banyak kali gue repotin pas dapat kuliah disiang bolong. biasa tempatnya dipakai buat istirahat dan makan siang. makasih buat teman aku yang satu ini :D
lanjut lagi ke cerita awal hihi :D
pas dah ketemu kita barengan masuk keperpus tapi gak langsung masuk ke ruang referensi kita naik dulu nyari buku di lantas atas.
setelah itu baru deh masuk keruang referensi. ampun deh, awalnya gak terlalu parah nih batuk, pas dah asyik asyiknya buat ngetik proposal, taukan suasana perpus yang sepi diamnya minta ampun kaya dikuburan mesti orangnya rame. gue ni tiba - tiba Batuk wekkkk :( dan parahnya batuk gue tuh iiii hehehh hanya teman - teman gua yeng tau :D memalukan semua pada liatin.:D
Kumpulan goresan tangan dan pemikiranku :)
Senin, 29 Desember 2014
Sabtu, 29 Maret 2014
kumpulan_makalah
MAKALAH
ILMU KALAM
BAB
III
KESIMPULAN
“MASALAH
TASAWUF”
OLEH
:
KELOMPOK
VIII (DELAPAN)
§ SRI
HAMDANAH (12.16.12.0070)
§ SRI
WULANDARI (12.16.12.00 )
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN) PALOPO
TARBIYAH
2012/2013
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang menjadikan bumi beserta isinya dengan begitu sempurna dan atas
limpahan rahmat, taufiq serta hidayah – Nya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan dengan mempersembahkan sebuah makalah yang berjudul “masalah tasawuf” untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ilmu Kalam.
Ucapan terima kasih dan rasa hormat Penulis kepada
semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan penyusunan makalah
ini.Akhir kata, Penulis sampaikan bahwa tiada makalah yang sempurna tanpa
uluran tangan pemerhatinya. Oleh karena itu, kritik serta saran sangat Penulis
harapkan dari pembaca sekalian yang bersifat membangun, agar demi lebih baiknya
kinerja kami yang akan mendatang. Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan
ilmu pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak.
Hormat Kami,
Tim
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar........................................................................................................
2
Daftar
Isi ..............................................................................................................
3
BAB
I PENDAHULUAN
...................................................................................
4
BAB
II PEMBAHASAN……………………...................................................
6
A. PENGERTIAN TASAWUF…………………..............................................
6
B. SUMBER AJARAN TASAWUF…………................................................
11
C. MAQAMAT DALAM TAAWRUF..............................................................
18
D. HUBUNGAN AKHLAK DAN TASAWUF………………….........................................................................
23
BAB
III KESIMPULAN ....................................................................................
25
DAFTAR
PUSTAKA
..........................................................................................
27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Istilah "tasawuf"(sufism),
yang telah sangat populer digunakan selama berabad-abad, dan sering dengan
bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf Arab, sha, wau dan fa. Banyak
pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa fa. Ada yang berpendapat, kata
itu berasal dari shafa yang berarti kesucian.
Menurut pendapat lain kata itu berasal
dari kata kerja bahasa Arab safwe yang berarti orang-orang yang terpilih. Makna
ini sering dikutip dalam literatur sufi. Sebagian berpendapat bahwa kata itu
berasal dari kata shafwe yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan kaum
Muslim awal yang berdiri di baris pertama dalam salat atau dalam perang suci.
Sebagian lainnya lagi berpendapat bahwa kata itu berasal dari shuffa, ini
serambi rendah terbuat dari tanah liat dan sedikit nyembul di atas tanah di
luar Mesjid Nabi di Madinah, tempat orang-orang miskin berhati baik yang
mengikuti beliau sering duduk-duduk. Ada pula yang menganggap bahwa kata
tasawuf berasal dari shuf yang berarti bulu domba, yang me- nunjukkan bahwa
orang-orang yang tertarik pada pengetahuan batin kurang mempedulikan penampilan
lahiriahnya dan sering memakai jubah sederhana yang terbuat dari bulu domba
sepanjang tahun.
Apa pun asalnya, istilah tasawuf
berarti orang-orang yang tertarik kepada pengetahuan batin, orang-orang yang
tertarik untuk menemukan suatu jalan atau praktik ke arah kesadaran dan
pencerahan batin.
B. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi kesalah pahaman maka pembahasan
masalah, kami membatasi dan menetapkan objeknya sebagai berikut : Pengertian
Tasawuf, sumber – sumber ajaran tasawuf, maqamat dalam tasawuf, hubungan antara akhlak dan tasawuf.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, kami
merangkum beberapa rumusan masalah yang diangkat antara lain :
A. pengertian tasawuf
B. sumber ajaran tasawuf
C. maqamat
dalam tasawuf
D. hubungan akhlak dan tasawuf
D.
Tujuan Penulisan
Penulisan makalah mengenai manusia dan tanggung
jawab ini mempunyai tujuan antara lain :
·
Mengetahui
dan memahami makna tasawuf
·
Mengetahui
dan memahami makna sumber ajaran tasawuf
·
Mengetahui
dan memahami makna maqamat dalam tasawuf
·
Mengetahui
dan memahami makna hubungan akhlak dan tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TASAWUF.
Istilah "tasawuf"(sufism),
yang telah sangat populer digunakan selama berabad-abad, dan sering dengan
bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf Arab, sha, wau dan fa. Banyak
pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa fa. Ada yang berpendapat, kata
itu berasal dari shafa yang berarti kesucian.[1]
Menurut pendapat lain kata itu berasal
dari kata kerja bahasa Arab safwe yang berarti orang-orang yang terpilih. Makna
ini sering dikutip dalam literatur sufi. Sebagian berpendapat bahwa kata itu
berasal dari kata shafwe yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan kaum
Muslim awal yang berdiri di baris pertama dalam salat atau dalam perang suci.
Sebagian lainnya lagi berpendapat bahwa kata itu berasal dari shuffa, ini
serambi rendah terbuat dari tanah liat dan sedikit nyembul di atas tanah di
luar Mesjid Nabi di Madinah, tempat orang-orang miskin berhati baik yang
mengikuti beliau sering duduk-duduk. Ada pula yang menganggap bahwa kata
tasawuf berasal dari shuf yang berarti bulu domba, yang me- nunjukkan bahwa
orang-orang yang tertarik pada pengetahuan batin kurang mempedulikan penampilan
lahiriahnya dan sering memakai jubah sederhana yang terbuat dari bulu domba
sepanjang tahun.
Apa pun asalnya, istilah tasawuf
berarti orang-orang yang tertarik kepada pengetahuan batin, orang-orang yang
tertarik untuk menemukan suatu jalan atau praktik ke arah kesadaran dan pencerahan
batin.
Penting diperhatikan bahwa istilah
ini hampir tak pernah digunakan pada dua abad pertama Hijriah. Banyak pengritik
sufi, atau musuh-musuh mereka, mengingatkan kita bahwa istilah tersebut tak
pernah terdengar di masa hidup Nabi Muhammad saw, atau orang sesudah beliau, atau
yang hidup setelah mereka.
Namun, di abad kedua dan ketiga
setelah kedatangan Islam (622), ada sebagian orang yang mulai menyebut dirinya
sufi, atau menggunakan istilah serupa lainnya yang berhubungan dengan tasawuf,
yang berarti bahwa mereka mengikuti jalan penyucian diri, penyucian
"hati", dan pembenahan kualitas watak dan perilaku mereka untuk
mencapai maqam (kedudukan) orang-orang yang menyembah Allah seakan-akan mereka
melihat Dia, dengan mengetahui bahwa sekalipun mereka tidak melihat Dia, Dia
melihat mereka. Inilah makna istilah tasawuf sepanjang zaman dalam konteks
Islam.
Saya kutipkan di bawah ini beberapa definisi dari
syekh besar sufi: [2]
Imam Junaid dari Baghdad (m.910)
mendefinisikan tasawuf sebagai "mengambil setiap sifat mulia dan
meninggalkan setiap sifat rendah". Syekh Abul Hasan asy-Syadzili (m.1258),
syekh sufi besar dari Arika Utara, mendefinisikan tasawuf sebagai "praktik
dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada
jalan Tuhan". Syekh Ahmad Zorruq (m.1494) dari Maroko mendefinisikan
tasawuf sebagai berikut:
Ilmu yang dengannya Anda dapat
memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi Allah, dengan menggunakan
pengetahuan Anda tentang jalan Islam,khususnya fiqih dan pengetahuan yang
berkaitan, untuk memperbaiki amal Anda dan menjaganya dalam batas-batas syariat
Islam agar kebijaksanaan menjadi nyata.
Ia menambahkan, "Fondasi
tasawuf ialah pengetahuan tentang tauhid, dan setelah itu Anda memerlukan
manisnya keyakinan dan kepastian; apabila tidak demikian maka Anda tidak akan
dapat mengadakan penyembuhan 'hati'."
Menurut Syekh Ibn Ajiba (m.1809):
Tasawuf adalah suatu ilmu yang
dengannya Anda belajar bagaimana berperilaku supaya berada dalam kehadiran
Tuhan yang Maha ada melalui penyucian batin dan mempermanisnya dengan amal
baik. Jalan tasawuf dimulai sebagai suatu ilmu, tengahnva adalah amal. dan
akhirnva adalah karunia Ilahi.
Syekh as-Suyuthi berkata,
"Sufi adalah orang yang bersiteguh dalam kesucian kepada Allah, dan
berakhlak baik kepada makhluk".
Dari beberapa pengertian yang
dikemukakan di atas Zakaria al-Anshari (852 H/ 1448 M-925 H/1519 M) seorang
penulis tasawuf meringkas tasawuf sebagai cara menyucikan diri meningkatkan
akhlak dan membangun kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan
abadi. Unsur utama tasawuf adalah penyucian diri dan tujuan akhirnya adalah
kebahagiaan dan keselamatan.
Selain itu Ibrahim Basyuni sarjana
muslim kebangsaan Mesir setelah mengemukakan 40 definisi tasawuf termasuk beberapa
definisi yang telah dikemukakan di atas, mengategorikan pengertian tasawuf pada
tiga hal :[3]
Pertama, kategori al-bidayah, yaitu
pengertian tasawuf pada tingkat permulaan. Kategori ini dikemukakan Makruf
al-Kurkhi menekankan kecenderungan jiwa dan kerinduannya secara fitrah kepada Yang
Maha Mutlak, sehingga orang senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah
Swt.
Kedua, kategori al-mujahadah, yaitu
pengertian tasawuf pada pengamalan yang didasarkan pada kesungguhan. Pengertian
ini misalnya diberikan oleh al-Jurairi dan al-Qusyairi yang lebih menonjolkan
akhlak dan amal dalam pendekatan diri kepada Allah Swt.
Ketiga, kategori al-madzaqat, yakni
pengertian tasawuf pada pengalaman batin dan perasaan keberagaman, terutama
dalam mendekati Zat Yang Mutlak.
Dari ketiga pengertian umum di
atas, Basyuni menyimpulkan bahwa tasawuf adalah kesadaran murni yang
mengerahkan jiwa secara benar kepada amal dan aktivitas yang sungguh-sungguh
dan menjauhkan diri dari keduniaan dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt untuk
mendapatkan perasaan dalam berhubungan dengan-Nya.
Meskipun ada perbedaan pendapat
mengenai pengertian tasawuf menurut para sufi dan para pengamat, tetapi ada dua
hal pokok tentang tasawuf yang disepakati semua pihak, yaitu (1) kesucian jiwa
untuk menghadap Tuhan sebagai Zat Yang Maha Suci, (2) upaya pendekatan diri
secara individual kepada-Nya. [4]
Jadi, pada intinya tasawuf adalah
usaha untuk menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada
Tuhan sehingga kehadiran Tuhan senantiasa dirasakan secara sadar dalam
kehidupan.
Kedua pokok tasawuf itu mengacu pada pesan dalam
al-Qur’an :
Artinya : “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), Dan ingat nama
Tuhannya, lalu Dia sembahyang.” (Qs. Al-A’laa: 14-15)[5]
Dari banyak ucapan yang tercatat
dan tulisan tentang tasawuf seperti ini, dapatlah disimpulkan bahwa basis
tasawuf ialah penyucian "hati" dan penjagaannya dari setiap cedera,
dan bahwa produk akhirya ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia
dan Penciptanya. Jadi, sufi adalah orang yang telah dimampukan Allah untuk
menyucikan "hati"-nya dan menegakkan hubungannya dengan Dia dan
ciptaan-Nya dengan melangkah pada jalan yang benar, sebagaimana dicontohkan
dengan sebaik-baiknya oleh Nabi Muhammad saw.
Dalam konteks Islam tradisional
tasawuf berdasarkan pada kebaikan budi ( adab) yang akhirnya mengantarkan
kepada kebaikan dan kesadaran universal. Ke baikan dimulai dari adab lahiriah,
dan kaum sufi yang benar akan mempraktikkan pembersihan lahiriah serta tetap
berada dalam batas-batas yang diizinkan Allah, la mulai dengan mengikuti hukum
Islam, yakni dengan menegakkan hukum dan ketentuan-ketentuan Islam yang tepat,
yang merupakan jalan ketaatan kepada Allah. Jadi, tasawuf dimulai dengan
mendapatkan pe ngetahuan tentang amal-amal lahiriah untuk membangun,
mengembangkan, dan menghidupkan keadaan batin yang sudah sadar. [6]
Adalah keliru mengira bahwa seorang
sufi dapat mencapai buah-buah tasawuf, yakni cahaya batin, kepastian dan
pengetahuan tentang Allah (ma'rifah) tanpa memelihara kulit pelindung lahiriah
yang berdasarkan pada ketaatan terhadap tuntutan hukum syariat. Perilaku
lahiriah yang benar ini-perilaku--fisik--didasarkan pada doa dan pelaksanaan
salat serta semua amal ibadah ritual yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad
saw untuk mencapai kewaspadaan "hati", bersama suasana hati dan
keadaan yang menyertainya. Kemudian orang dapat majupada tangga penyucian dari
niat rendahnya menuju cita-cita yang lebih tinggi, dari kesadaran akan
ketamakan dan kebanggaan menuju kepuasan yang rendah hati (tawadu') dan mulia.
Pekerjaan batin harus diteruskan da1am situasi lahiriah yang terisi dan
terpelihara baik.
- SUMBER
AJARAN TASAWUF.
1. Sumber
Ajaran Tasawuf dalam perspektif Islam[7]
a.
Al-Qur’an (ayat-ayat Allah)
Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan tentang
ayat-ayat al-Qur’an tentang tasawuf, kami akan mengemukakan beberapa definisi
al-Qur’an. Menurut Dr. Muhammad Yusuf Musa al-Qur’an ialah kitab suci yang diturunkan
kepada Muhammad SAW dan disampaikan
kepada kita secara mutawatir. Sedangkan menurut istilah ahli Syara’ al-Qur’an
ialah wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
mukjizat bagi beliau, wahyu itu diturunkan dalam bahasa arab dan disampaikan
kepada masyarakat secara mutawatir, baik dengan lisan maupun tulisan, dan orang
yang membacanya mendapat pahala dari Allah SWT..
Sebagai
sumber ajaran agama islam, al-Qur’an menghadirkan ayat-ayat yang berhubungan
dengan tasawuf, mulai dari ayat yang berhubungan dengan ajaran yang sangat mendasar dalam tasawuf
sampai kepada ayat yang berhubungan dengan maqamat dan ahwal. Di bawah ini akan
diuraikan beberapa ayat yang berhubungan dengan ajaran tasawuf.
Firman Allah SWT dalam surah al-Anfal ayat 17, yaitu[8]
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى
(الأنفال : ١۷ )
Artinya: tidaklah engkau yang melempar ketika engkau
melempar, melainkan Allah-lah yang melempar.
Menurut pendapat kaum sufi, ayat ini adalah dasar
yang kuat sekali dalam hidup kerohanian ( tasawuf ). Beberapa soal besar dalam
tingkat-tingkat perjuangan kehidupan dapat disimpulkan dalam ayat ini. Yang
melempar bukanlah Nabi Muhammad, melainkan Tuhan. Gerak dan gerik tidak pada
kita, melainkan dari Allah. Kita bergerak dalam kehidupan ini hanyalah pada
lahir belaka. Tidak ada yang terjadi jika tidak ada izin dari Allah. Seorang
hamba Allah dengan Tuhannya, hanya laksana sebuah Qalam dalam tangan seorang
penulis. Menulis karena digerakan saja. Yang dituliskan tidak lain dari pada
kehendak si penulis.
Selanjutnya, paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia,
merupakan ajaran dasar dari tasawuf. Hal ini sesuai dengan firman Allah:[9]
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ
دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشدونَ(البقرة : ١٨٦)
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. ( QS. al-Baqarah: 186).[10]
b. As
Sunnah (Rasulullah)
Rasul merupakan sumber kedua setelah Allah bagi para
sufi dalam mendalami dan pengambangkan ilmunya, karena hanya kepada Rasul
sajalah Allah menitipkan wahyuNya. Tentulah Rasul pula yang lebih banyak tahu
tentang sesuatu yang tersirat dibalik yang tersurat dalam Al-Qur’an. Selain itu
rosul pulalah satu-satunya manusia yang sempurna dalam segala hal, Beliau adalah
insan panutan bagi semua umat manusia terutama kaum sufi yang senantiasa
mencoba meniru semua kelakuan Rasulullah dengan sebaik-baiknya.
Seperti sebelum Nabi diangkat menjadi rasul,
berhari-hari ia mengasingkan diri di Gua Hira, terutama pada saat bulan Ramadhan.
Beliau menjauhi pola hidup kebendaan yang pada waktu itu diagung-agungkan oleh
orang arab yang tengah tenggelam di dalamnya, seperti peraktek pedagangan
dengan perinsip mengalahkan segala cara. Selama di Gua Hira, Rasulullah
hanyalah bertafakur, beribadah, dan hidup sebagai seorang zahid. Beliau hidup
sangat sederhana, terkadang mengenakan pakaian tambalan, tidak makan atau minum
kecuali yang halal, dan setiap malam senantiasa beribadah kepada Allah SWT.,
sehingga siti Aisyah bertanya, “mengapa engkau berbuat begini, ya Rasulullah
padahal Allah senantiasa mengampuni dosamu?” Rasulullah menjawab “apakah engkau
tidak menginginkanku menjadi hamba yang bersyukur kepada Allah? “.
Selain dari itu di dalam hadits Rasulullah banyak
dijumpai keterangan yang berbicara tentang kehidupan rohaniah manusia yang
dapat difahami dengan pendekatan tasawuf, seperti hadits; [11]
من عرف نفسه فقد عرف ربه
Artinya: “Barangsiapa yang mengenal dirinya sendiri
berarti ia mengenal tuhannya.”
لا يزال العبد يتقرب الي بالنوافل حتى أحبه فاءذا أحببته
كنت سمعه الذي يسمع وبصره الذي يبصربه ولسانه الذي ينطق به ويده الذي يبطش بها ورجله
الذي يمشى بها فبي يسمع فبي يبصر وبي ينطق وبي يعقل وبي يبطش وبي يمشى
Artinya: “senantiasa seorang hamba itu mendekatkan
diri kepadaku dengan amalan-amalan sunnah sehingga aku mencintainya. Maka
tatkala mencintainya, jadilah aku pendengarnya yang dia pakai untuk melihat dan
lidahnya yang dia pakai untuk berbicara dan tangannya yang dia pakai untuk
mengepal dan kakinya yang dia pakai untuk berusaha; maka dengan-Ku-lah dia
mendengar, melihat, berbicara, berfikir, meninjau dan berjalan.”
Semua keterangn tersebut ada pada diri rasulullah
yang oleh para sufi dijadikan sebagai sumber kedua dari ilmu tasawuf setelah
Allah SWT.
Selain itu, Sumber lain yang diacu oleh para sufi
adalah kehidupan para sahabat Nabi SAW yang berkaitan dengan keteguhan iman,
ketaqwaan, kezuhudan, dan budi pekerti luhur. Kehidupan para sahabat dijadikan
acuan oleh para sufi karena para sahabat sebagai murid langsung Rasulullah SAW
dalam segala perbuatan dan ucapan mereka senantiasa mengikuti kehidupan Nabi.
Oleh sebab itu, perilaku kehidupan mereka dapat dikatakan sama dengan perilaku
kehidupan Nabi SAW, kecuali dalam hal-hal tertentu yang khusus bagi Nabi SAW.
Setidak-tidaknya kehidupan para sahabat adalah kehidupan yang paling mirip
dengan kehidupan yang dicontohkan oleh Nabi SAW. Oleh karena itu al-Qur’an
memuji mereka:[12]
وَالسَّابِقُونَ الاَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنْصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ
لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي من تَحْتَهَا الانْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya: “orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshor dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan merekapun
ridho kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
kemenangan yang besar” (QS. 9:100).
c. Ijma’
Sufi
Ijma’ Sufi (kesepakatan para ‘ulama tasawuf)
merupakan esensi yang sangat penting dalam ilmu tasawuf, karenanya mereka
dijadikan sebagai sumber yang ke tiga dalam ilmu tasawuf setelah Al-Qur’an Dan
Al-Hadits.
d. Ijtihad
Sufi
Dalam kesendiriannya, para sufi banyak menghadapi
pengalaman aneh, pengalaman itu sebagai alat pembeda antara kepositifan dengan
kenegatifan dalam pengalaman itu. Maka diperlukan ijtihad bagi setiap sufi
sebagai sumber yang ke 4 dalam ilmu tasawuf, jika belum ditemukan dalam Qur’an,
Hadits maupun ijma’ sufi.
e. Qiyas
Sufi
Qiyas
merupakan penghantar sufi untuk dapat berijtihad secara mandiri jika sedang
terpisah dari jama’ahnya, maka qiyas ditempatkan pada sumber ke lima dalam ilmu
tasawuf.
2. Sumber
Ajaran Tasawuf dalam perspektif Orientalis Barat[13]
Dikalangan para orientalis barat bisanya dijumpai
pendapat yang mengatakan bahwa sumber yang membentuk tasawuf itu ada lima,
yaitu unsur Islam, unsur masehi (Agama Nasrani), unsur Yunani, unsur
Hindu/Budha dan unsur Persia.
a.
Unsur Islam
Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang
bersifat lahiriyah atau jasadiyah, dan kehidupan yang bersifat batiniyah. Pada
unsure kehidupan yang bersifat batiniyah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur
kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran
Islam, Al-Quran dan As-Sunnah praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya,
ijma’, ijtihad, serta Qiyas.
b. Unsur
Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya
dalam hal latihan jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von
Kromyer berpendapat bahwa tasawuf adalah buah dari unsure Agama Nasrani yang
terdapat pada zaman jahiliyah. Hal ini diperkuat oleh Gold Ziher yang
mengatakan bahwa sikap pakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari Agama
Nasrani. Unsur-unsur tasawuf yang di duga mempengaruhi tasawuf Islam adalah
sikap fakir. Menurut keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang
fakir.
c.
Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada
dunia dimana perkembangannya dimulai pada akhir daulah Umayah dan puncaknya
pada daulah Abbasiyah, metode berfikir filsafat Yunani ini juga telah ikut
mempengaruhi pola berfikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan
Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam
taraf amaliyah (akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani ini maka uraian-uraian
tentang tasawuf itupun telah berubah menjadi tasawuf filsafat.
Tetapi dengan
munculannya filsafat aliran Neo Platonis menggambarkan, bahwa hakikat yang
tertinggi hanya dapat dicapai lewat yang diletakkan Tuhan pada hati setiap
hamba setelah seseorang itu membersihkan dirinya dari pengaruh Ungkapan Neo
Platonis: kenalilah dirimu dengan dirimu.[14]
d. Unsur Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sisitem kepercayaan Agama
Hindu/Budha dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir. Al birawi
mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan
Hindu kemudian pula paham renkarnasi (perpindahan roh dari satu badan ke badan
yang lain), cara kelepasan dari dunia persis Hindu/Budha dengan persatuan diri
dengan jalan mengingat Allah. Salah satu maqamat sufiyah al fana tampaknya ada
persamaan dengan ajaran tentang nirwana dalam agama Hindu.
e. Unsur
Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada
hubungan semenjak lama yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran,
kemasyarakatan, dan sastra. Akan tetapi
belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia
telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke
Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini.
- MAQAMAT
DALAM TASAWUF[15]
Tasawuf sebagai suatu proses menuju ma’rifat Tuhan
memiliki beberapa maqamat. Secara etimologi maqamat berasal dari bahasa arab
yang merupakan jamak dari maqam yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal
mulia. Istilah tersebut kemudian di gunakan untuk arti jalan panjang yang harus di tempuh oleh
seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah. Maqamat dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga. Maqam arti dasarnya 1)
adalah “tempat berdiri”, dalam terminologi sufistik berarti tempat atau
martabat seseorang hamba di hadapan Allah pada saat dia berdiri menghadap kepada-Nya.
Adapun “ahwal” bentuk jamak dari ‘hal’ 2) biasanya diartikan sebagai keadaan
mental (mental states) yang dialami oleh para sufi di sela-sela perjalanan
spiritualnya.
Dengan arti kata lain, maqam
didefinisikan sebagai suatu tahap adab (etika) kepadaNya dengan bermacam usaha
diwujudkan untuk satu tujuan pencarian dan ukuran tugas masing-masing yang
berada dalam tahapnya sendiri ketika dalam kondisi tersebut, serta tingkah laku
riyadah (exercise) menuju kepadanya. Seorang sufi tidak dibenarkan berpindah ke
suatu maqam lain, kecuali setelah menyelesaikan syarat-syarat yang ada dalam
maqam tersebut. Tahap-tahap atau tingkat-tingkat maqam ini bukannya berbentuk
yang sama di antara ahli-ahli sufi, namun mereka bersependapat bahwa tahap
permulaan bagi setiap maqam ialah tawbah. Rentetan amalan para sufi tersebut di
atas akan memberi kesan kepada kondisi rohani yang disebut sebagai al-ahwal
yang diperoleh secara intuitif dalam hati secara tidak langsung sebagai
anugerah daripada Allah semata-mata, daripada rasa senang atau sedih, rindu
atau benci, rasa takut atau sukacita, ketenangan atau kecemasan secara
berlawanan dalam realiti dan pengalaman dan sebagainya. Al-Maqamat dan al-ahwal
adalah dua bentuk kesinambungan yang bersambungan dan bertalian daripada kausaliti
(sebab akibat) amalan-amalan melalui latihan-latihan (exersice) rohani.[16]
Maqam menurut Al-Suhrawardi dalam
kitabnya Adab al-Muridin, berarti posisi seseorang dalam peribadatan di hadapan
Tuhannya. Beberapa maqam tersebut adalah terjaga dari kelalaian, tobat, kembali
(inabah), penjagaan moral (wara’), pengujian jiwa (muhasabat al-nafs), ilham
(iradah), penolakan (zuhd), kefaqiran (faqr), kejujuran (shidq), dan menahan
diri (tashabbur), yang merupakan maqam terakhir seorang pemula. Kemudian
kesabaran (shabr), kepuasan (ridha), ikhlas, keyakinan kepada Tuhan (tawakkul).
Sedangkan menurut Muhammad
Al-Kalabazy dalam kitabnya al-Ta’arruf li Mazhab ahl al-Tasawwuf,maqamat itu
jumlahnya ada sepuluh, yaitu al-taubah, al-zuhud, al-shabr, al-faqr,
al-tawadlu’, al-taqwa, al-tawakkal, al-ridla, al-mahabbah dan al-ma’rifah.
Sementara itu Abu Nasr al-sarraj
al-Tusi dalam kitab al-Luma’ menyebutkan jumlah maqamat hanya ada tujuh, yaitu
al-taubah, al-wara’, al-zuhud, al-faqr, al-tawakkal dan al-ridla. Imam
al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din, mengatakan bahwa jumlah maqamat ada
delapan, yaitu al-taubah, al-shabr, al-zuhud, al-tawakkal, al-mahabbah,
al-ma’rifah dan al-ridla.
Maka maqamat adalah beberapa posisi atau keadaan
seorang sufi ketika beribadah yang
merupakan jalan yang harus ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Jumlah maqamat yang bervariasi menurut beberapa pendapat tersebut juga telah
disepakati hanya ada tujuh saja, yaitu al-taubah, al-zuhud, al-wara’, al-faqr,
al-shabr, al-tawakkal dan al-ridla. Berikut adalah penjelasannya: [17]
1. Al-Zuhud
Zuhud adalah suatu keadaan meninggalkan keduniawian
dan hal-hal yang bersifat kematerian. Orang zuhud menyimpan harta di tangannya,
bukan di dalam hatinya. Jadi orang zuhud tidak akan sedih meskipun kehilangan
hartanya. Zuhud merupakan suatu ajaran
agama yang sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari kehidupan dunia.
Orang yang zuhud cenderung mengejar kehidupan akhirat yang kekal dan abadi dari
pada kehidupan dunia yang fana dan sementara.
Selanjutnya para sufi sangat senang jika ada orang
yang menghalangi mereka dari keduniaan yang hanya memuaskan syahwat. Umar Ibn
Abd Al-Aziz berkata,”Hendaklah kalian mematikan syahwat-syahwat yang ada dalam
diri kalian. Tetapi, janganlah mematikan diri kalian di dalam syahwat. Sebab,
seseorang yang menempatkan syahwat di bawah kakinya, setan akan lari dari
bayangannya. Orang yang menempatkan syahwat di dalam hatinya, setan akan
mengendalikannya.”
2.
Al-Taubah
Taubah berasal dari bahasa Arab yang artinya kembali.
Taubat dalam dunia sufi ini memiliki arti taubat yang sebenarnya (taubat
al-Nasuha) yaitu menyesali segala perbuatan dosa yang pernah dilakukan dan
berjanji serta bersungguh-sungguh untuk tidak melakukannya lagi. Para sufi
adalah orang yang selalu menyesali diri ketika berbuat dosa, dan hal itu
dilakukan setiap hari, karena bagi mereka dosa yang lalu belum tentu mendapat
pengampunan dari Allah.
Abu Muhammad Al-Marwazi berkata,”Ada lima hal yang
membuat Adam mendapat ampunan dari Allah adalah: mengakui dosa, menyesalinya,
mencela dirinya karena dosa, cepat bertobat, tidak putus asa dari rahmat Allah.
[18]
3. Al-Wara’
Wara’ memiliki arti saleh, menjauhkan diri dari
perbuatan dosa (hal-hal yang tidak baik). Wara’ dalam pengertian sufi adalah
meninggalkan sesuatu yang diragukan halal dan haramnya (syubhat)dan tidak jelas
asal-usulnya.
Para sufi sangat berhati-hati dalam mencari harta.
Mereka selalu berupaya menghindari harta haram. hingga pada barang yang syubhat
saja mereka tidak mau karena barang syubhat lebih dekat pada haram.mereka
menyadari benar bahwa makanan, minuman, pakaian dan sebagainya yang haram akan
berpengaruh pada si empunya.
4. Al-Faqr
Pada umumnya fakir diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh, atau
orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir adalah tidak meminta lebih
dari apa yang telah ada pada diri kita. mereka tidak meminta rezeki kecuali
hanya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya saja.
5. Al-Shabr
Secara harfiah sabar berarti tabah hati. Sabar
merupakan salah satu maqam utama para sufi. Bagi mereka kesabaran adalah syarat
mutlak untuk mencapai tingkat spiritual yang khusus. Dikalangan para sufi sabar
terbagi menjadi tiga, yaitu sabar untuk menghindari maksiat, sabar dalam
ketaatan, dan sabar ketika mendapat musibah.
Menurut Ali Ibn Abi Thalib bahwa sabar itu adalah
bagian dari iman sebagaimana kepala yang kedudukannya lebih tinggi dari pada
jasad. Hal itu menunjukkan bahwa sabar sangat memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia.[19]
6.
Al-Tawakkal
Tawakkal mempunyai arti menyerahkan diri. Dalam
dunia sufi tawakkal berarti menyerahkan diri pada qada dan keputusan Allah.
Jika mendapat pemberian meraka akan bersyukur dan jika tidak mendapat apa-apa
mereka akan bersabar. Menyerahkan kepada Allah dengan Allah dan karena Allah.
Para sufi dikenal sebagai orang yang sangat
bertawakkal kepada Allah dalam segala hal. Bagi mereka, tawakkal adalah salah
satu upaya untuk memperoleh rahmat dan ridha Allah.
7. Al-Ridla
Secara harfiah ridha mempunyai arti rela, suka,
senang. Para sufi mengartikan ridha adalah penerimaan seseorang atas keputusan
Allah. Ketika seorang sufi melatih diri untuk menerima keputusan Allah, ia akan
menutup dirinya dari pilihan-pilihan lain selain pilihan Allah.
Keridhaaan yang dipraktekkan oleh para sufi adalah
buah penerimaan mereka terhadap Allah sebagai Tuhan yang menentukan
segala-galanya.ada sebuah ikrar yang populer di kalangan sufi, yaitu ”Aku ridha
(menerima) Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai nabi
dan rasul. [20]
- HUBUNGAN
AKLAK DAN TASAWUF
Para ahli ilmu tasawuf pada umum nya membagi tasawuf
kepada tiga bagian. Pertama tasawuf filsafi, kedua tasawuf akhlaki, ketiga
tasawuf amali. Ketiga macam tasawuf ini tujuannya sama, yaitu mendekatkan diri
kepada Allh dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan
menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan demikian dalam proses
pencapaian tujuan bertasawuf seserorang harus terlebih dahulu berakhlak mulia.
Ketiga macam tasawuf berbeda dalam hal pandekatan yang digunakan. Pada taswuf
filsafi pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rasio atau akal pikiran,
karena dalam taswuf ini menggunakan bahan-bahan kajian atau pemikiran yang
trdapat dalam kalngan filosof, seperti filsafat tentang Tuhan -, manusia,
manusia dengan tuhan dan lain sebagainya. Pada tasawuf akhlaki pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapan nya terdiri dari
takholli(mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli(menghiasi dengan
akhlak yang terpuji), dan tajalli(terbukanya dinding penghalang/ hijab) yang
membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur ilahi tampak jelas paadanya.
Sedangkan pada tasawof amali pendekatan yang digunakan adalh pendekatan
amaliyah atau wirid, yang selanjutnya mengambil bentuk torikot. Dengan
mengmalkan tasawuf baik yang bersifat filsafi, akhlaki atau amali, seseorang
dengan sendirinya berskhlak baik. Perbuatan yang demikian itu ia lakukan dengan
sengaja, sadar, pilihan sendiri, dan bukan karena terpaksa.
Hubungan
antara akhlak dengan tasawuf menurut uraian yang diberikan oleh Harun Nasution
ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa Al- Quran dan Hadist
mementingkan akhlak. Al-Quran dan Hadis menekankan nilai-nilai kejujuran,
kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong menolong, murah
hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan,
bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu
dan berpikiran lurus. Nilai- nilai serupa ini yang harus dimiliki seorang muslim,
dan dimasukkan kedalam dirinya dari semasa ia kecil.[21]
Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf
masalah ibadah sangat menonjol, karna bertasawuf itu pada hakikat nya melakukan
serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, zakat dll, yang semuanya itu uantuk
mendekatka diri kepada Allah . ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf
itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak. Ibadah dalam Islam erat kali
hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al-Quran dikaitkan dengan
takwa, dan takwa itu secara otomatis melaksanakan perintah tuhan dan menjauhi
larangannya. Singkatnya setiaap orang yang bertakwa pasti baik akhlaknya. Harun
Nasutioan berkata oarang shufilah, terutama yang pelaksanaan ibadah mya membawa
kepada pembinaan akhlak mulia dalam diri mereka. Hal itu, dalam istilah shufi
disebut dengan al-takholluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi
pekerti Allah, mensifati diri dengan sifat-sifat yamg dimiliki Allah.
BAB
III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
1. Istilah "tasawuf"(sufism),
yang telah sangat populer digunakan selama berabad-abad, dan sering dengan
bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf Arab, sha, wau dan fa. Banyak
pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa fa. Ada yang berpendapat, kata
itu berasal dari shafa yang berarti kesucian.
- Sumber
Ajaran Tasawuf dalam perspektif Islam :
Al-Qur’an (ayat-ayat Allah), As Sunnah (Rasulullah) , Ijma’ Sufi, lIjtihad
Sufi, Qiyas Sufi. Sumber Ajaran
Tasawuf dalam perspektif Orientalis Barat : Dikalangan para orientalis
barat bisanya dijumpai pendapat yang mengatakan bahwa sumber yang
membentuk tasawuf itu ada lima, yaitu unsur Islam, unsur masehi (Agama
Nasrani), unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia.
- Maqam
arti dasarnya 1) adalah “tempat berdiri”, dalam terminologi sufistik
berarti tempat atau martabat seseorang hamba di hadapan Allah pada saat
dia berdiri menghadap kepada-Nya. Adapun “ahwal” bentuk jamak dari ‘hal’
2) biasanya diartikan sebagai keadaan mental (mental states) yang dialami
oleh para sufi di sela-sela perjalanan spiritualnya.
- ibadah
yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya
dengan akhlak. Ibadah dalam Islam erat kali hubungannya dengan pendidikan
akhlak. Ibadah dalam Al-Quran dikaitkan dengan takwa, dan takwa itu secara
otomatis melaksanakan perintah tuhan dan menjauhi larangannya.
B.
Saran
Manusia akan semakin terjebak dengan rutinitas
kehidupan jika tidak segera menyadari itu semua. Yang penting kita semua bisa
belajar untuk hidup dan hidup untuk belajar.Hidup didunia ini adalah kehidupan
yang kosong. banyak cobaan yang bakalan kita hadapi, namun jika kita bisa
berserah diri kepada ALLAH S.W.T Tuhan Pencipta Semesta Alam, maka semua yang
terjadi pasti bakalan ringan untuk dijalani.Selalu ada harapan walau terhempas
dibalik keras nya batu karang , janganlah terdiam diantara puing – puing
ketidak pastian.
Maka dari itu kami sangat mengharapkan saran dari
berbagai kalangan atau individu untuk menyempurnakan makalah kami ini yang
berjudul “masalah tasawuf”.
DAFTAR PUSTAKA
Langganan:
Postingan (Atom)